Halo blogger!
Senang bisa bertemu di awal april. Setelah sekian lama blog saya terlantar, akhirnya terisi juga oleh postingan saya. Yap, ini adalah postingan pertama saya di bulan april.
Well, saat ini saya ingin men-share-kan sesuatu yang saya dapat dari nonton film, 127 Hours. Film keluaran tahun 2011 ini masih sedang anget-angetnya, belum basi kawan. Film yang dibintangi oleh James Franco dan masuk dalam nominasi Oscar bercerita tentang otobiografi seorang climber dan canyoneer yang terjebak di grand canyon, Utha. This is a true story! * Saya juga baru pertama kali mendengar istilah “canyoneer”.
Kali pertama saya lihat thrillernya di youtube, pikir saya film ini sangat membosankan karena tidak banyak tokoh yang terlibat secara langsung. Eh tapi setelah dapat referensi dari seorang teman dan mendapat copy-an gratis filmnya, akhirnya saya lihat juga itu film. Tapi disarankan untuk membeli dvd atau vcd yang asli lho ya :p
Nah, di film ini diceritakan bahwa Aron Ralston (James Franco) berpetualang ke grand canyon seorang diri. Kemudian dia bertemu dengan dua orang gadis yang baru dikenalnya. Mereka sedang tersesat, dan oleh Aron mereka diberi petunjuk untuk dapat menemukan jalan keluar. Selama menemukan jalan tersebut, mereka sangat menikmati keindahan grand canyon tersebut, sehingga pada akhirnya mereka menemukan jalan mereka kembali pulang.
Ups! Tidak sampai situ…
Justru disinilah awal terjadinya konflik. Dua orang gadis ini memisahkan diri dari Aron, karena Aron masih ingin menjelajah seorang diri.
Setelah berlama-lama panjat sana panjat sini, lompat sana lompat sini, ngesot sana ngesot sini *yang terakhir enggak ding!* kemudian dia terperosok ke dalam celah sempit diantara batu-batu besar, alhasil tangannya terjepit oleh batu.
Selama 127 jam atau kurang lebih 5 hari, si Aron berada di celah sempit tersebut. Dengan keterbatasan air minum dan sinar matahari yang cepat sekali berlalu (karena celahnya begitu sempit sehingga wajah dan tubuhnya sangat pucat), Aron berusaha melepaskan tangannya dari himpitan batu itu. Salah satunya dia menggunakan pisau untuk mengamputasi tangannya, tapi sayang sekali pisau yang dibawanya adalah pisau murahan, alias pisau tumpul. Alhasil, setelah berhasil menembus daging dan terhalang oleh tulangnya dibiarkanlah luka itu membusuk.
Keputusasaan mulai melanda Aron. Tapi dari situlah, Aron mulai mengingat kembali kenangan bersama keluarganya, pacarnya, sahabatnya, dan dua orang yang baru ditemuinya. Tiap detik bagi Aron sangatlah berarti untuk tetap bertahan hidup.
Walaupun akhir ceritanya happy ending, kalian pasti tidak akan mengira bagaimana dia bisa melepaskan tangannya. Silahkan menonton sendiri ya… kalau saya beri tahu, nggak asyik dong hehe
Banyak sekali yang bisa kita petik dari film ini. Film ini mengajarkan kita bagaimana untuk tetap bersyukur dalam hidup. Mungkin bagi kita sedetik tidak ada apa-apanya, tapi bagi orang yang sedang dilanda masalah atau hidupnya terhimpit, sedetik itu sangatlah berharga J
No comments:
Post a Comment